Secercah Pencerahan Untuk Kebangkitan Pendidikan
“ Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia” Nelson Mandela.
Indonesia itu kaya raya. Kaya akan hasil laut, hasil tanah, keanekaragaman hayati, dan kekayaan lainnya. Tambang emas, tambang timah, dan hasil bumi lainnya ada dimana-mana. Tapi gimana pendidikannya? Iya, pendidikan yang khususnya ada di berbagai pelosok negeri ini. Gimana sekolah-sekolah disana?. Sekolah yang jauh dari kata sempurna, sekolah yang hampir roboh, dan sekolah yang bahkan hampir tidak jelas bentuknya. Kalau bicara tentang sekolah yang seperti ini, rasanya jadi ingat film Laskar Pelangi. Film yang mengisahkan bagaimana anak-anak miskin bisa sekolah dengan murah disalah satu pulau terkaya di Indonesia. Tau kan Pulau Belitung? Pulau yang kaya akan timahnya, bahkan tambang timah merajalela dimana-mana bak tumpukan jerami ketika musim panen padi tiba. Tapi anak-anak disana tidak pernah sedikitpun pantang menyerah. Semangat mereka yang tidak pernah pudar untuk mendapatkan pendidikan, walaupun dengan sekolah yang biasa saja dengan sarana dan prasarana kurang memadai.
Indonesia itu kaya raya. Kaya akan hasil laut, hasil tanah, keanekaragaman hayati, dan kekayaan lainnya. Tambang emas, tambang timah, dan hasil bumi lainnya ada dimana-mana. Tapi gimana pendidikannya? Iya, pendidikan yang khususnya ada di berbagai pelosok negeri ini. Gimana sekolah-sekolah disana?. Sekolah yang jauh dari kata sempurna, sekolah yang hampir roboh, dan sekolah yang bahkan hampir tidak jelas bentuknya. Kalau bicara tentang sekolah yang seperti ini, rasanya jadi ingat film Laskar Pelangi. Film yang mengisahkan bagaimana anak-anak miskin bisa sekolah dengan murah disalah satu pulau terkaya di Indonesia. Tau kan Pulau Belitung? Pulau yang kaya akan timahnya, bahkan tambang timah merajalela dimana-mana bak tumpukan jerami ketika musim panen padi tiba. Tapi anak-anak disana tidak pernah sedikitpun pantang menyerah. Semangat mereka yang tidak pernah pudar untuk mendapatkan pendidikan, walaupun dengan sekolah yang biasa saja dengan sarana dan prasarana kurang memadai.
Kalau bicara masalah sarana dan
prasarana pendidikan asik sepertinya, karena tidak akan pernah ada habisnya. Pernah
ngga sih kita berpikir, bahwa sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah
satu hal yang menentukan apakah anak-anak ini akan mendapatkan pendidikan yang layak atau justru langsung
jadi kuli dan bekerja di tanah perantauan. Baiklah, kita kupas satu-persatu
dari akses anak-anak pelosok negeri ini berangkat dan pulang sekolah. Jalan
sempit (atas bukit bawah jurang), jalan becek, menyebrangi sungai, tidak ada
kendaraan sehingga mengharuskan mereka untuk berjalan kaki berkilo-kilo meter
jaraknya, hanya untuk mendapatkan sesuap materi pelajaran. Ada kendaraan
mungkin hanya sepeda kayuh, tapi jalannya tidak memungkinkan mereka untuk
mengendarainya. Sepeda motor? Mungkin ada, tapi hanya satu dua orang yang
memilikinya. Permasalahan seperti ini saya rasa sudah biasa bagi mereka.
Rasanya jauh sekali jika dibandingkan dengan anak-anak yang sekolah di
perkotaan. Jalanan besar, banyak kendaraan lalu lalang, bahkan ada juga yang diantar
pakai mobil dengan supir pribadi, sehingga mereka tidak perlu pusing memikirkan
bagaimana caranya berangkat dan pulang sekolah.
Lanjut nih, bicara soal gedung
sekolahnya. Pernah ke kota? Liat gedung-gedung sekolah yang ada disana? Gimana?
Menjulang tinggi kan. Gedung sekolah yang indah, membuat mata nyaman
melihatnya. Coba deh bandingin sama gedung sekolah yang ada di penjuru negeri
ini. Gedung sekolah yang kotor dan kusam hingga matapun malas melihatnya.
Jangankan melihat, mengintipnya saja pasti mata kita tidak betah. Gedung yang
hampir roboh karena kayunya sudah mulai menua, serta gedung yang ketika musim
hujan tiba membuat kehujanan dan ketika musim panas membuat kepanasan karena
gentingnya banyak yang berlubang. Kalau gedungnya saja seperti itu, bagaimana
anak-anak ini bisa nyaman ketika belajar?
Pernah dengar atau membaca
kata-katanya bung Hatta yang ini “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku.
Dengan buku aku bebas”. Mau dipenjara atau tidak, anak-anak yang menuntut
pendidikan di pelosok negeri juga jarang memiliki buku. Ada paling hanya
gurunya yang punya atau beberapa anak saja dengan jumlah buku yang pas-pasan.
Kata orang buku itu jendela dunia, lantas jika keadaannya seperti itu bagaimana
cara mereka melihat dunia? Apakah mereka harus terpenjara dalam gelapnya
kebodohan tanpa tahu berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang? Sungguh keadaan
yang mengenaskan. Permasalahan tentang buku saja sudah sangat mengenaskan,
lantas bagaimana dengan permasalahan teknologi disana? Mungkin masih banyak
anak-anak disana yang belum mengenal teknologi. Belum lagi ditengah-tengah
pandemi covid-19 ini, pemerintah
mengharuskan anak-anak dengan belajar secara online. Belajar secara tatap muka saja sudah susah, apalagi secara online. Apakah mereka tidak perlu
belajar? Dengan adanya pandemi ini, saya berharap kalian tidak patah semangat
untuk terus belajar ya.
“Simpanlah
tas dan bukumu, lupakan keluh kesalmu, libur tlah tiba, libur tlah tiba, hatiku
gembira” Ketika libur semester tiba, hal petama yang kita pikirkan pasti berlibur.
Sepertinya anggapan kita ini kurang selaras dengan anak-anak pelosok negeri
ini. Karena bagi mereka, masa liburan ialah masa yang paling tepat untuk
membantu orangtuanya. Banyak dari mereka yang bekerja dengan tujuan untuk
meringankan beban orangtuanya. Mungkin
ada yang kerja di kawasan eksploitasi pertambangan, membantu ibunya berjualan
di pasar, atau ada juga yang membantu ayahnya berlayar.
Tapi dari sekian banyaknya
permasalahan, ironisnya masih ada saja orangtua yang lebih memilih untuk
menjadikan anaknya sebagai kuli dan buruh daripada harus bersekolah. Bagaimana
anak-anak ini dapat berkembang, jika tempat pertamanya untuk memperoleh
pendidikan saja sudah mengajarkan hal yang kurang baik. Alasan klasiknya karena
kekurangan biaya, padahal pemerintah sudah menyediakan banyak peluang yang
dapat diambil seorang anak sehingga dapat bersekolah tanpa harus terbebani
biaya pendidikan. Untuk itu mari kita tersadar, bahwa pendidikan itu sangat
bermakna, dengan pendidikan inilah kita dapat keluar dari jeratan kesengsaraan,
keluar dari gelapnya kemiskinan, dan mampu keluar dari dalamnya jurang
kebodohan.
Tulisan ini bukan kritikan atau
sindiran untuk siapapun. Lewat tulisan ini, mari bersama-sama kita majukan
pendidikan di negeri ini. Karena untuk memajukan pendidikan tidak hanya
diperlukan peran pemerintah, namun juga memerlukan aspirasi dari seluruh
masyarakat. Jangan hanya karena keterbatasan biaya dan teknologi membuat
anak-anak negeri ini putus dalam mengenyam pendidikan. Pemerintah juga telah
berupaya semaksimal mungkin, maka dari itu mari kita kerahkan segala yang kita
mampu. Tidak harus dengan tindakan yang besar, mungkin dapat dimulai dengan
menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan kecil yang bermanfaat, seperti rajin membaca
buku, pantang menyerah, rajin belajar, dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan ini
lama-kelamaan pasti akan berubah menjadi tindakan yang besar, seperti
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pendidikan, memperbaiki sarana dan
prasarana pendidikan, dan tindakan lainnya yang mampu memberikan perubahan yang
nyata untuk pendidikan Indonesia.
Ditunggu selanjutnya ka..😁
BalasHapussiap, yang sabar yaa hehe :D
HapusBagus ka👍
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus